Senin, 28 November 2016

TO BE


Kata-kata to be (am, is, are) dibaca [tu: bi: (em, iz, a:)] di sebut kata kerja bantu dan sudah mempunyai pasangan-pasangan dengan pokok kalimat: i, you, he, she, it, we, they. Perhatikan kata kerja bantu dengan pokok kalimat.
A.    TO BE (am, is, are)
I am [aiyem] atau di singkat i’m [aim]
Artinya: Saya
      Contoh: Exampel [igza:mpl]
I am
Jealous.[jeles]
Saya
Cemburu
Sad.[sed]
Sedih
Tired.[taied]
Lelah
Shy.[syay]
malu

Kemudian katakanlah:
I am tired, and you?
I am sad, and you? Dan seterusnya.
and you di baca [end yu:]
Artinya:dan Anda?
            Bila kita berbicara, tentu saja kita mempunyai teman atau lawan, dan juga orang atau hal-hal yang kita bicarakan. Orang yang berbicara disebut orang pertama tunggal. Lihat contoh yang sudah Anda pelajari: I [ai] = saya; dan yang disebut orang pertama jamak adalah we [wil]=kita, kami. Kemudian, teman atau lawan bicara kita disebut orang kedua tunggal,yaitu:you[yu]=kalian ( lebih dari orang satu ) .Sedangkan,orang atau hal-hal yang kita bicarakan disebut orang ketiga,misalnya he [hi]= ia laki-laki ,she [shi] = ia perempuan dan it [it] = itu. He,she dan it dikatakan tunggal,sedangkan they [thei] = mereka, disebut jamak.
            Singkatnya:

Tunggal
Jamak
Orang pertama
I
We
Orang kedua
You
You
Orang ketiga
He,she,it
They

You are [yu: a:] atau disingkat you’re[yue]
Artinya: Anda, engkau, kamu, kau
You are
Bored.[bo:d]
Anda
Bosan
Honest.[onist]
Jujur
Polite.[plait]
Sopan
Greedy.[gridi]
Rakus
Cruel.[kruel]
Kejam

He is [hi:iz] atau disingkat he’s [hi:z]
Artinya: ia (laki-laki)
            Contoh.
He is
Diligent.[dilijent]
Ia
Rajin
Lazy.[leizi]
Malas
Naughty.[no:ti]
Nakal
Afraid.[efreid]
Takut
Tall.[to:l]
Tinggi




Artinya: ia (prempuan)
She is [shi:iz] disingkat she’s [shi:z]
            Contoh:
She is
Pretty.[priti]
Ia
Cantik
Ugly.[agli]
Jelek
Sure.[shue]
Yakin
Calm.[ka:m]
Tenang
Alone.[eloun]
Sendrian

It is [it iz] atau disingkat it’s [its]
Artinya: itu
            Contoh:
It is
Necessary.[nesiseri]
itu
Perlu
Easy.[i:zi]
Mudah
Diffuclt.[difikelt]
Sukar
Hard.[ha:d]
Keras
Late.[leit]
Terlambat

It berarti hari, waktu, jam, pengganti kata benda dan kadang kadang ittidak berarti. Hal ini akan di pelajarai secara khusus.

   

We are [wi:a:] ataudisingkat we’re[wie]
Artinya: Kami, kita
            Contoh:
We are
Brave.[breiv]
Kami
Berani
Ready.[redi]
Siap
Ashamed.[esheimed]
Malu
Well.[we:l]
Sehat
Happy.[he:pi]
Bahagia

They are [thei: a:]ataudisingkatthey’re[theie]
Artinya: mereka
            Contoh:
They are
Disappointed.[disepointeid]
Mereka
Kecewa
Impolite.[imploit]
Tidaksopan
Unfair.[anfe]
Tidakadil
Cheerful.[cieful]
Gembira
Pale.[peil]
Pucat

   



Minggu, 27 November 2016

Makalah psikologi sejarah dan aliran psikologi

OLEH

  RIYAN ISROR             (160304053)



JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAM ISLAM NEGERI MATARAM
2016/2017


BAB I
A
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Psikologi diakui sebagai ilmu mandiri pada akhir abad ke-19. Selama dua abad sebelumnya, berbagai model di kembangkan mengenai apa yang semestinya menjadi subjek studi psikologi dan bagaimana studi tersebut dilakukan. Secara spesisifik, selama abad ke-17 dan abad ke-18, berbagai model psikologi saling bersaing untuk mendominasi yang lain.
Para psikolog banyak bekerja di situasi terapan yang berbeda-beda, dan memiliki berbagai macam peran, bahkan dalam lingkungan akademi psikologi kontemoporer cukup sulit di dentifikasi. Penelitian dan pengajaran psikologi di lakukan di departemen psikologi, ilmu kognitif, manajmen organisasi, dan hubungan social. Psikologi tampaknya berkembang menuju diversifikasi yang lebih besar dari pada menuju suatu kesatuan.
Kami dari kelompok 1 (satu) akan menguraiakn dengan lebih detail lagi tentang “sejarah dan aliran-aliran psikologi”.

B.     Rumusan masalah
1.      Apakah sejarah psikologi itu ?
2.      Apa SajaAliran-aliran psikologi itu ?
C.    Tujuan
1.      Untuk menjelaskan sejarah psikologi
2.      Untuk membahas tentang aliran-aliran dalam psikologi








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah psikologi
Dilihat dari sejarah, psikologi sudah berkembang sejak berabad-abad yang lalu bahkan sebelum masehi (zaman yunani) sampai sekarang. Ini dilihat dari sejarah bahwa psikologi yang di maksud pembahasan tentang jiwa manusia. Bahkan di dalam kitab setiap agama kita akan mendapati istilah psikologi (jiwa). Sehingga sejarah psikologi bisa dilihat dari sudut ini pula. Bahwa ilmu psikologi modern tidak bisa dipisahkan dengan sejarahnya di filsafat. Sebagai ahli bahwa psikologi berkembang dari ilmu filsafat yang memisahkan diri sebagai ilmu mandiri.
Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata-kata Yunani:psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Namun, arti “ilmu jiwa” masih kabur sekali. Apa yang di maksud dengan “jiwa”, tidak ada seorangpun yang tahu dengan sesungguhya. Dampak dari kekaburan arti itu, sering menimbulkan berbagai pendapat mengenai definisi psikologi yang berbeda. Banyak sarjana memberi definisinya sendiri yang disesuaikan dengan arah minat dan aliran masing-masing.[1]
            Berbicara tentang hal jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dengan jiwa. Nyawa adalah daya jasminiah yang adanya tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan perbuatan badaniah (organic behavior), yaitu perbuatan yang ditimbulkan oleh proses belajar. Misalnya: insyink, reflex, nafsu, dan sebagainya. Jika jasmani mati, maka mati pulalah nyawanya.[2]
Psikologi dalam lintasan sejarah:
a.       Psikologi sebagai bagain dari filsafat
            Pada zaman sebelum masaehi, jiwa manusia sudah menjadi topic pembahasan para filsuf. Saat itu, para Filus sudah membecirakan aspek-aspek kejiwaan manusai dan mereka mencari dalil, pengertian, serta pelbagai aksioma umum, yang berlaku pada manusia.[3]
            Ketika itu, psikologi memang sangat dipengaruhi oelh cara-cara berpikir filsafat dan terpengaruh oelh filsafatnya sendiri. Hal tersebut dimungkinkan karena para ahli psikologi pada masa itu adalah juga ahli-ahli filsafat atau para ahli filsafat waktu juga ahli psikologi.
Sebelum tahun 1879, jiawa dipelajari oleh para filuf dan para ahli ilmu faal (fisiologi), sehingga psikologi diangap sebagai bagain dari kedua ilmu tersebut (Fauzi, 1977:14). Selain pengaruhi oleh satu hal yang tidak sepenuhnya berhubungan dengan ilmu faal, meskipun masih erat hubunganya dengan ilmu kedokteran, yaitu hipontisme (Dirgagunarsa, 1996:36). Menurut singgih Dirgagunarsa, hipotisme timbul karena adanya kepercayaan bahwa dalam alam ini terdapat kekuatan-kekuatan yang misterius, yaitu magntisme. Paracelsus (1493-1541), seorang ahli mistik, menunjukkan bahwa dalam tubuh manusia terdapat magnet yang –sama halnya dengan bintang-bintang di langit– dapat mempengaruhi tubuh manusia melalui pemancaran yang menembus angkasa. Dalam hubungan itu, Van Helmont (1577-1644) mengemukakan doktrin animal magnetism, yaitu “Cairan yang bersifat magnestis dalam tubuh manusia dapat dipancarkan untuk mempengaruhi badan, bahkan jiwa orang lain” (Dirgagunarsa, 1996:36)
Para ahli ilmu filsafat kuno, seperti :
a.       Psikologi Plato
Plato di lahirkan pada abad 29 Mei 429 SM di Athena. Sewaktu berumur 20 tahun, filsuf Yunani yang dikabarkan terlahir di kalangan “keluarga terhormat” –– ayahnya, Ariston, disebut-sebut sebagai titisan dari Dewa Posiedon–– ini, menjadi murid Socrates yang dapat memberi kepuasan sepenuhnya pada hasratnya terhadap pengatahuan dan kebijaksanaan.
Tentang “jiwa”, Plato menyebutnya sebagai bersifat immaterial. Ini kerena sebelum masuk ke tubuh kita, jiwa sudah ada terlebih dahulu dalam para sensoris. Hal ini dikenal sebagai pre-eksistensijiwadari plato. Jadi, menurut plato, jiwa menempati dua dunia, yaitu dunia sensoris (pengindraaan) dan dunia idea (yang sifat aslinya adalah berpikir).
Teori Plato tentang idea-idea (plato’s theory of ideal forms) pada dasarnya meliputi dua alam (Tule, ed., 1995:125-126):[4]



1.      Alam transenden (noumenal) yang absoult, sempurna, bentuk-bentuk ideal yang tidak berubah di mana yang baik merupakan yang utama yang biasanya ditafsirkan sebagai keindahan dan kebenaran; juga merupakan sumber dari segala sesuatu yang lain, seperti keadilan, ketentraman, semangat; dan
2.      Alam fenomenal (dunia tampak) yang tersusun dari segala sesuatu yang berupaya berubah, tapi selalu gagal untuk meniru (menjiplak, ikut serta dalam, mengambil bagian dari) bentuk-bentuk ideal.[5]
b.      Psikologi Aristoteles (384-322)
Aristoteles adalah murid terbesar Plato. Filsuf yunani yang lahir di stagirus (Stegira), Chelcidice, sebelah barat laut Aegeen itu, adalah putra Nichomachus, tabib pribadi istana raja di Macedonia, juga sebagai anggota serikat kerja medik yang disebut Sons of Aesculapius.
Pada tahun 342, ia ditugaskan oleh raja philippus untuk mendidik putranya, iskandar zulkarnain (iskandar agung) selama tujuh tahun. Kemudian ia kembali ke Athena, dan dari tahun 355 hingga tahun 325 SM, ia memberi kuliah filsafat di lorong-lorong lyceum. Disebabkan gaya mengajarnya yang sambil berjalan kian ke mari, mazhab filsafatnya dinamakan mazhab peripatetis.
Karya-karya aristoteles di bidang psikologi adalah De anima (tentang sifat-sifat dasar jiwa) dan parra naturalia (esei-esei mengenai beberapa topoik seperti sensasi , peresepsi, memori, tidur, dan mimpi). Dalam De Anima, Aristoteles mengemukakan macam-macam tingkah laku manusia dan adanya perbedaan tingkat tingkah laku pada organisme-organisme yang berbeda-beda. Tingkah laku pada organisme, menurut aristoteles, memperlihatkan tingkatan sebagai berikut (Dirgagunarsa, 1996:15):
1.      Tumbuhan : memperlihatkan tingkah laku pada taraf vegetative (bernafas, makan, tumbuh).
2.      Hewan : Selain tingkah laku vegetative, juga bertingkah laku sensitive (merasakan melalui pancaindra). Jadi, hewan berbedaa dari tumbuhan karena hewan mempunyai factor perasaan, sedangkan tumbuhan tidak. Persamaanya adalah pada tumbuhan maupun hewan terdapat tingkah laku vegetative misalnya dalam hal perbedaan makanan.[6]

3.      Manusia : manusia bertingkah laku vegetative, sensitive, dan rasional. Manusia berbeda dari organisme-organisme lainya, karena dalam bertingkah laku, manusia menggunakan rasionya, yaitu akal atau pikiranya.
Aristoteles adalah orang pertama yang secara seksplisit menyatakan bahwa manusia adalah binatang berakal budi (Russekk, 1991:37). Argumennya untuk pandangan ini, menurut Bertrand Russell, sekarang tampaknya tidak kuat lagi, yaitu bahwa sebagai orang sanggup menjumlah angka-angka.
Aristoteles telah menanamkan manusia sebagai mahluk karena kodratnya (phusei) hidup dalam masyarakat (politikon zoon).[7]
Akhirnya, pada aristoteles, kita menyaksikan bahwa pemikiran filsafat lebih maju, dasar-dasar sains diletakkan. Tuhan dicapai dengan akal, tetapi ia percaya pada tuhan. Jasanya dalam menolong plato dan Socrates memrangi orang sofis, dalam pandangan tafsir (1993:52), karena bukunya yang menjelaskan palsunya logika yang digunakan oleh tokoh-tokoh sofisme.[8]
c.       Psikologi Rene Descrates (1596-1650 M)
Filsuf terkenal lainya yang patut pula disebut pendapatnya mengenai psikologi (ilmu jiwa) ialah rene descrates. Filsuf, matemtiakwan, dan ilmuwan prancis ini lahir di lahaye, Touraine, pada tahun 1596, dan meninggal tahun 1650. Karyanya, antara lain, discourse on method (discours de la methode), sebuah penghantar pada dioptric, meteors dan geomentry (semua diterbitkan pada 1636 dan 1637); Meditationson First Philosophy and objections (keberatan terhadap filsafatnya oleh arnauld, gessendi, hobbes, dan lainny) dan Refleis, jawabanya terhadap mereka semua (ketiga karya ini diterbitkan pada tahun 1640-1641);principles of philosophy (1644); Treatise On The Passions Of The Soul (1649); dan Rules For The Direction Of Themind (ditertibkan pada tahun 1701).
Peranan pendapat descrates dalam perkembangan psikologi, sangatlah besar, sehingga jiwa sampai ke abad ke-20 apa yang disebut ilmu hanyalah tertuju pada urain dari gejal-gejala jiwa, terlepas dari raganya.[9]



Mengenai tingkah laku manusia, Descartes membaginya atas (Dirgagunarsa, 1996:18):
1.      Tingkah laku rasional. Ini erat berhubungan dengan jiwa yang disebutnya sebagai Unextended substance.  Karena dikuasai oleh jiwa, seseorang dapat merencanakn atau meninju kembali suatu tingkah laku.
2.      Tingkah laku mekanis. Ini berhubungan erat dengan badan yang disebutnya sebagai Extended Substance. Karrena erat hubunganya dengan badan, terjadi gerakan otomatis seperti reflex-refleks.[10]

d.      Psikologi John Locke (1632-1704 M)
Filsuf inggris ini dilahirkan di Somersethire, Bristol. Ayahnya adalah seorang sarjana hokum yang cukup disegani pada masanya. Ia belajar di Oxford. Dialah yang membangkitan perhatianya mengenai filsafat. Pikirannya banyak dipengaruhi oleh ahli ilmu kimia, Boyle. Sebagai sekretaris kedutaan, john locke bergaul dengan kalangan istana di Brandenburg.
Jadi, tabula rasa digunakan oleh locke sebagai metaphor dalam menguraikan konsepnya tentang pikiran. Beberapa hal penting tentang konsep locke ini dapat kita catat, antara lain:
1.      Pikiran sebelum lahir (atau pengalaman tertentu) adalah seperti sebuah lembaran (atau batu tulis atau selembar kertas putih) yang kosong;
2.      Melalui rangsangan dari dunia luar, sensasi-sensasai (ide-ide sederhana tercatat pada lembaran itu;
3.      Aktivitas seperti itu merupakan sumber dan dasar seluruh pengatahuan dan pemikiran;
4.      Tidak ada ide-ide atau prinsip bawaan sejak lahir;
5.      Pikiran adalah sebuah entitas pasif, sebuah wadah yang dapat menerima rangsangan, sensasi, ide, pengatahuan, tetapi tidak bisa megkreasinya sendiri.[11]



e.       Psikologi Leibniz
Nama lengkapnya, Gottfreid Wilhelm von Leibniz. Filsuf, sejarawan, matematikawan, dan fisikawan jerman ini lahir di Leipzing, pada 1646, dan meninggal pada 1716. Leibniz dianggap sebagai orang yang memelopori studi psikologi di jerman. Ia menempuh pendidikannya di Universitas Leipzing tempat ia belajar hokum dan filsafat.
Dalam bidang filsafat, Leibniz  dikenal dewasa ini karena karya-karyanya seperti monodology; New Essays Concerning Human Understanding; Discourse on Metaphicis; dan Theodicy. Sebagai seorang filsuf, Leibniz sangat di kenal karena teorinya tentang Monads and Pre-establishhed Harmony, Principles of Indicernibles, Princiles of Sufficient Reason, Principles of Identity, dan Principles of the Best.[12]
Menurut Leibniz, dunia seperti adanya, tidak mungkin menjadi lebih baik dari keadaanya sekarang. Hal itu disebabkan kebijakan, kebaikan dan kemahakuasaan Tuhan telah mengharuskan Dia untuk menciptakan dunia ini sebagai yang terbaik dari antara semua dunia yang mungkin dicipta.[13]
f.       Psikologi George Berkeley(1685-1753)
George Berkeley, banyak disebut-sebut sebagai Bapak Idealisme Modern. Ia juga dijuluki sebagai immaterialis dan idealis. Barkeley yang lahir di Irlandia itu adalah seorang yang sangat pandai. Dalam usianya yang realatif masih sangat muda (15 tahun), ia sudah masuk perguruan tinggi, yaitu Trinty College di inggris. Pada 1724, ia menjadi Dekan Derry; pada 1734, menjadi Uskup Cloyme. Sebagian karya filsafat Berkeley yang termasyhur adalah Essays Towards a new Theory of vision (1709); A Treatise Concerning the Principles of Human Knowledge (1710); Discourse on Passive Obedience (1711); Three Dialogues Between Hyles dan Philonous (1713); De Motu (1721); Alciphron, or the Minute Philosophe.[14]
Jika benar-benar memperhatikan dalil-dalil Barkeley, menurut Ash-shdr, kita terpaksa mengakui hal-hal berikut: pertama, mengakui adanya prinsip nonkontrodiksi yang diatasnya dalil pertama didasarkan. Kedua, percaya pada prinsip kausalitas dan keniscayaan. Jika ia menolak prinsip ini, dalilnya, tidak ada gunanya. Sebab, orang mendasarkan dalilnya pada pendapatnya, hanya karena ia percaya bahwa dalil adalah sebab niscaya untuk mengatahui kesahihan pendapat tersebut. Apabila ia tidak mempercayai prinsip kausalitas dan keniscayaan, boleh saja dalil itu benar, tetapi, ia tetap tidak membuktikan melalui dalilnya mengenai pendapat tersebut (Ash-Shdr, 1993:82).[15]
g.      Psikologi David Hume ( 1711-1776 M)
Filsuf Skotlandia ini lahir di Edinburgh dan belajar di Edinburgh University. Ucapanya yang terkenal adalah “Be a philosopher; but amidst all your philosophies, be still a man” (jadilah seorang filsuf, namun dalam berfilsafat, anda harus tetap seorang manusia).
Di sini, kita melihat Hume mengukur kebenaran dengan penglaman sebagai alat ukur. Banyak filsuf sebelumnya yang mempercayai reason(akal) dan atau mempercayai juga pengalaman. Menurut Hume, kedua-duanya berbahaya (tafsir, 1993 : 142)[16]

h.      Psikologi John Stuart Mill (1806-1873 M)
John Stuart Mill, lahir di London tahun 1806. Filsuf, ekonomi, moralis inggris ini adalah putra James Mill, sejarawan, filsuf, dan psikolog. Karena latar belakang dan pendidikan ayahnya ini, John Stuart Mill tertarik pada filsafat dan psikologi, sebagaimana terlihat dalam bukunya, Logic (1843).
Ketika usianya baru 8 tahun, Mill telah membaccanya karya berbahasa Yunani Fablesdari Aesop, Anabasis dari Xenophon, seluruh karya Herodotus, enam dialog Plato, Diognes Laertius, dan lain-lain. Di usia ini pula, Mill mulai mempelajari bahsa  latin, geometri Euclid, dan aljabar.
Teori pengatahuan Mill adalah suatu bentuk fenomenlisme, yang tema sentralnya adalah materi merupakan kemungkinan permanen dari sensasi dan benda-benda (objek-objek) harus dipandang sebagai eksistensi fenomenal.
Selanjutnya, Mill menambahkan lagi dua prinsip yang mengatur asosiasi, yaitu inseparability (tak terpisahkan) dan frequency (keseringan). Misalnya, jika melihat sebuah sepeda tanpa roda, kita kaan berasosiasi pada rodaa sepeda tersebut, karena sepeda dan rodanya tidak pernah terpisahkan (inseparability).[17]



b.      Psikologi sebagai aliran mandiri
Psikologi, dikukuhkan sebagai ilmu yang berdiri sendiri oleh Wilhem Wundt dengan didirikanya Laboratirium Psikologi pertama di dunia, di Leipzing, pada tahun 1879. Sebelumnya, bibit-bibit psikologi social mulai tumbuh, yaitu ketika Lazarus & Steindhal pada tahun 1860 mempelajari bahasa, tradisi, dan institusi masyarakat untuk menemukan “jiwa umat manusia” (human mind)yang berbeda dari “jiwa individual” (Bonner, dalam Sarwono, 1997:10).
Tokoh lain pada awal dijadikanya psikologi sebagai ilmu yang mandiri, selain Fachener, adalah Herman Ludwing Ferdinand von Helmholtz (1821-1894). Helmoltz dikenal sebagai seorang emprikus dengan keahlian dalam ilmu faal, fisika, dan psikologi. Ia dilahirkan di dekat berlian di Potsdam. Ayahnya adalah seorang tentara yang kemudian menjadi guru dalam mata pelajaran filsafat dan bahasa (filologi).[18]
Sejak psikologi berdiri sendiri dengan menggunakan metode-metodenya sendiri dalam pembuktiaan dan penyeldikanya, timbullah berbagai aliran psikologi yang bercorak khusus. Adapun ciri-ciri khusus sebelum abad ke-18, antara lain (Effendi & Praja, 1993:30)
1.      Bersifat elementer, berdasarkan hokum-hukum sebab akibat;
2.      Bersifat mekanis;
3.      Bersifat sensualistis-intelektualistis (mementingkan pengatahuan dan daya piker);
4.      Mementingkan kuantitas;
5.      Hanya mencari hokum-hukum;
6.      Gejala-gejala jiwa dipisahkan dari subjeknya;
7.      Jiwa pandang pasif; dan
8.      Terlepas dari mater-materi
Dengan mengatahui ciri-ciri khas dari psikologi kuno (berdasarkan filsafat dan ilmu alam), kita dapat mengatahui ciri-ciri khas dari psikologi modern yang lain, tampak sebagai berikut (Effendi &praja, 1993:30-31):
1.      Bersifat totalitas;
2.      Bersifat teologis (bertujuan);
3.      Vitalistis bilogis (jiwa pandang aktif dan bergerak dalam hidup manusia);
4.      Melakukan pendalaman dan penyalaman terhadap jiwa (verstehend);
5.      Berdasarkan nilai-nilai;
6.      Gejal-gejal jiwa dihubungkan dengan subjeknya;
7.      Memandang jiwa aktif dinamis;
8.      Mementingkan fungsi jiwa;
9.      Mementingkan mutu dan kuantitas;
10.  Lebih mementingkan perasaan;
Dalam urain yang lebih simple, perbeddaan antara psikologi lama(kuno) dan psikologi modern, adalah sebagai berikut (Kasiram, 1983:10)
a.       Psikologi lama (kuno)
1.   Psikologinya adalah psikologi unsur, yaitu mendasarkan pandangan pada elemen dan unsur-unsur yang berdiri sendiri dan diselediki sendiri-sendiri;
2.   Dalam peninjaunya, mencari hukum sebab-akibat, hukum aksual, dan bersifat mekanis;
3.   Meninjau kehidupan kejiwaan secara terpisah dari subjeknya, yaitu manusia. Oleh karena itu, disebut kehidupan jiwa yang pasif.
b.      Psikologi modern
1.   Mendasarkan peninjaunya pada psikologi totalitas, yaitu berpangkal pada keseluruhan psychophysis.
2.   Dalam meninjau kehidupan kejiwaan, melihat hubungan kejiwaan, melihat hubungan kejiwaan sebagai bagian dari kehidupan manusia, sebagai kehidupan kejiwaan dari manusia sebagai mahluk hidup yang mempunyai tujuan tertentu;
Jadi meninjau secara teleologis;
3.   Psikologi dalam peninjaunya, selalu mendasarkan pada peninjauan kehidupan kejiwaan dalam hubunganya dengan subjecknya, yaitu manusia. Jadi, kehidupan kejiwaan yang aktif.[19]
Terdapat dua teori yang mulai mengarahkan berdirinya psikologi sebagai ilmu :
a.       Psikologi Nativistik atau Psikologi Pembawaan
Teori ini mengatakan bahwa jiwa terdiri atas beberapa factor yang dibawa sejak lahir, yang disebut pembawaan atau bakat. Pembawaan yang terpenting adalah pikiran, perasaan, kehendak,; yang masing-masing terbagi lagi ke dalam beberapa jenis pembawaan yang lebih kecil.Tokoh terkenal dari aliran-aliran ini adalah Frans Josepg Gall (1785-1828), yang mencoba menemukan lokasi pembawaan-pembawaan itu dalam otak.
b.      Psikologi Asosiasi  atau Psikologi Empirik
Di sini, tidak diketahui adanya factor-faktor kejiwaan yang dibawa sejak lahir. Jiwa, menurut teori ini, berisi ide-ide yang didapatkan melalui pancaindra dan saling diasosiasikan satu sama lain, melalui prinsip-prinsip : (1) kesamaan; (2) kontras; (3) kelangsungan.
Tingkah laku diterangkan oleh teori ini melalui prinsip asosiasi ide-ide, misalnya: seorang bayi yang lapar diberi makanan oleh ibunya. Melalui pancaindranya, bayi itu mengatahui bahwa rasa lapar diberi makanan itu menghilangkan rasa laparnya. Lama kelamaan rasa lapar diasosiasikan dengan makanan, dan setiap kali ia laper, ia mencari makanan.
Akhirnya, menyinggung kembali tentang metode eksprimen, Wundt, yang pertama kali memakai dan mendasarkan metode ini untuk psikologi secara ilmiah, menetapkan beberapa syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh eksperimen psikologi (Gerungan, 1987:45)[20]
1.      Kita harus menentukan dengan tepat waktu terjadi gejala yang ingin kita selidiki.
2.      Kita harus mengikuti berlangsungnya gejala yang ingin kita selidiki dari mulanya sampai akhirnya, dan kita harus mengamatinya dengan perhatian yang khusus.
3.      Tiap-tiap observasi (pengamatan) harus dapat kita ulangi dalam keadaan-keadaan yang sama.
4.      Kita harus mengubah-ubah dengan sengaja syarat-syarat keadaan eksprimen.
Metode eksprimen ini memang dimaksudkan untuk menimbulkan dengan sengaja suatu gejala guna menyelidiki keberlangsungannya, dengan persiapa yang cukup dan perhatian yang khusus. [21]
B.     Aliran-aliran psikologi
1.      Strukturalisme ( structuralism )
Menurut jean piaget, strukturalisme itu sulit dikenali karena mencakup bentuk-bentuk yang beragam sehingga sulit menampilkan sifat umum dan karena “struktur-struktur” yang dirujuk memperoleh arti yang cendrung berbeda-beda (piaget, 1995:1).
Struktur adalah system transformasi yang mengandung kaidah sebagai sistem (sebagai lawan dari sifat unsur-unsur) dan yang melindungi diri atau memperkaya diri melalui peran transformasi-transformasinya, tanpa keluar dari batas-batanya atau menyebabkan masuknya unsur-unsur luar. Dalam kaitan ini, piaget menyebut tiga sifat yang dicakup dalam sebuah struktur, yakni: totalitas, transformasi , dan  pengaturan diri.
Strukturalisme merupakan aliran yang pertama dalam psikologi, karena pertama klai dikemukankan oleh Wundt setelah ia melakukan eksprimen-ekspreminya di laboratiriumnya di Leipzing.
Tokoh strukturalisme  lain adalah Edward Brad Titchener (1867-1927). Ia adalah seorang inggris yang di lahirkan dari keluarga yang tidak berada. Ia harus betul-betul menggantungkan diri pada kecerdasanya untuk memperoleh berbagai beasiswa agar dapat melanjutkan studinya. [22]
Aliran strukturalisme adalah aliran psikologi yang berlandaskan pada konsep sensation dari teori Titchener. Namun konsep ini membawa pertentangan Tichener dengan Wilhem Wundt yang mengemukakan konsep apperception. Apepercation merupakan kesimpulan akhir yang bersifat subjektif. Sedangkan konsep sensation Titchener menekankan kepada hasil pengalaman langsung, sehingga kesimpulan harus objektif. Terdapat tiga hasil pemikiran utama aliran strukturalisme dari Titchener.[23]
2.      Aliran fungsionalisme
Aliran fungsionalisme ini merupakan reaksi terhadap strukturalisme  tentang keadan-kadaan mental. Jika para strukturali bertanya “apa keasadaran itu”, para fungsionalis bertanya “untuk apa kesadaran itu”. Apa tujuan dan fungsinya ? karena ingin mempelajari cara orang menggunakan pengalaman mental untuk menyusaikan diri terhadap lingkunganya sekitar, mereka disebut fungsionalis.
Fungsionalisme adalah suatu tendesi dalam psikologi yang menyatakan bahwa pikiran, proses mental, persepsi  indrawi, dan emosi adalah adaptasi organisme biologis (Ash-shadr, 1993:259-260)
a.       William James (1842-1910)
James adalah filsuf dan psikolog Amerika yang lahirdi New Yourk City. Ia adalah suadara novelis Henry James. William james menempuh pendidikan di Harvard Medical Collaege. Dia mengejar fisiologi, psikologi, dan filsafat di Harvard.
b.      James Rowland Angell (1869-1449)
Angell (Dirgagunarsa, 1996:52-53) adalah murid William James, yang pada tahun 1906 pernaha menjabat presiden “American Psychological Association”.
Dalam pepernya “ The Province of Functional Psychology”, ia menjelaskan tiga macam pandanganya terhadap fungsionalisme:
1.      Fungsionalisme adalah psikologi tentang mental operationsebagai lawan dari psikologi tentang elemen-elemen mental (elementisme)
2.      Fungsionalisme adalaha psikologi tentang kegunaan dasar dari kesdaran, yang jiwa merupakan perantara anatara kebutuhan-kebutuhan organisme dan lingkungannya, khususnya dalam keadaan “emergency” (teori “emergency” dari kesadaran).
3.      Fungsionalisme adalah psikofisik, yaitu psikologi tentang keseluruhan organisme yang terdiri atas jiwa dan badan. Oleh karena itu, ia menyangkut hal-hal yang balik kesadaran, seperti kebiasaan, tingkah laku yang setengah disadari, dan sebagainya.
C.     John Dewey (1859-1952)
Pendidik, psikolog, ahli etika, dan filsuf Amerika ini dilahirkan dekat Burlington, Vermont, tanggal 20 Oktober 1859. Dua puluh tahun kemudian, ia tamat dari Universitas Vermont; kemudian mengajar di sekolah pemerintah di Pennsylvania dan Vermont. Karena tertarik dengan masalah-masalah filsafat, ketika ia masih di tingkat sarjana satu, Dewey melanjutkan pendidikan filsafatnya di Universitas itu, dan tidak lama setelah itu, ia menjadi tenaga pengajar filsafat di Universitas Michigan.[24]
3.      Aliran psikonalisis
Tokoh dan sekaligus seorang bapak psikonalisis ialah Sigmund freud (1856-1939). Pendapatnya mengatakan bahwa kehidupan manusia dikuasai alam ketidak- sadaran. Frued mengemukakan bahwa proses tidak sadar manusia meliputi pikiran, perasaan takut dan keinginan yang tidak disadari seseorang, tetapi memengaruhi perilakunya.[25]
Lahirnya aliran psikonolis dalam dunia psikologi oleh para ahli psikologi sering dianologikan dengan revolusi Convernican dalam natural science; dicaci, ditolak, tapi pada akhirnya diagungkan.
Psikologi yang berkembang sewaktu Freud mencuatkan teorinya banyak memfokuskan perhtian pada “kesadaran” manusia.

Selain itu Frued juga mengatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat tiga system keperibadian, yang disebut id atau Es, Ego atau Ich, dan super-go atau  Ube rich.[26]
4.      Aliran psikologi Gestalt
Agak sulit untuk menerjemahkan istilah Gestalt dalam bahasa laian. Kata gestalt berasal dari bahasa jerman, yang dalam bahasa inggris berarti form, shape, configuration, whole (Fauzi, 1997:26); dalam bahasa Indonesia berarti “bentuk” atau “ konfigurasi”, “hal”, peristiwa”, “pola”, “totalitas”, atau “bentuk keseluruhan” (Diraguganarsa, 1996:86; Sarwon, 1997:82).[27]
Kira-kira pada saat di Amerika serikat tumbuh aliran “behavorisme”, di jerman timbul pula aliran yang disebut “gestalt”. “gestalt” adalah sebuah  kata jerman yang sering diterjemahkan ke dalam bahasa inggris sebagai “form” atau “configuration” (bentuk). Aliran di umumkan pertama kali oleh max Wertheimer pada 1912. Tokoh-tokoh lainya adalah Kurt Koffa (1886-1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967). Mereka kemudian pindah ke Amerika, karena sebagai keturunan yahudi mereka jadi sasaran kejaran NAZI.
Teori yang mereka ajukan adalah bahwa dalam pengamatan atau persepsi suatu situasi, rangsangan ditangkap secara keseluruhan.
Ekseperimen “Gestalt” yang pertama adalah tentang pengamatan gerakan. Kalau beberapa lampu diletakan berderet dan dinyalakan berganti-ganti dengan cepat, maka kita tidak akan melihat lampu-lampu itu menyala berganti-gantian, melainkan kita akan melihat sebuah sinar yang bergerak.
Eksperimen lainya di lakukan oleh Wolfgang Kohler, dengan keranya yang bernama Sultan.[28]
Sebagai tambahan, para ahli psikologi Gestalt, selain Wertheimer, Koffa, Kohler, yang banyak disebut-sebut dalam urain ini, juga termasuk Solmon Asch dan Kurt Lewin, terdapat ahli-ahli psikologi jerman dan Australia terkemuka seperti Rudolf Allers, Magda Arnold, Charlottr, serta Karl Buhler, Albin Gilbert, Hans Hahn, Fritz Heider, Martin Scheere, Wilhelm Stern, dan Heinz Werner.[29]




5. Aliran Behaviorisme (Behaviorism)
Aliran Behaviorisme adalah aliran yang khususnya terdapat di Ameriak Serikat. Aliran ini ditemukan oleh John B. waston (1878-1958). Ia menentang pendapat yang umum berlaku di saat itu bahwa dalam eksperiemn-eksperimen psikologi diperlukan intropeksi.
Introspeksi yang berarti mengamati perasaan sendiri, digunakan dalam eksperimen-eksperimen di laboratorium Wundt untuk mengathui ada atau tidak adanya perasaa-perasaan tertentu dalam diri orang yang diperiksa.[30]
Dalam menyoroti masalah perilaku, ahli-ahli psikologi behavioral dan humanistis mempunyai pandangan yang sangat berbeda. Perbedaan ini dikenal sebagai freedom determination issue. Para Behaviorist memandang orang sebagai mahluk rektif yang memberikan responya terhadap lingkungannya. Pengalaman lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Sebaliknya para humanis mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu menentukan perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam memilih kualitas hidup mereka, tidak terikat oleh lingkunganya.[31]
Mengatakan bahwa perilaku manusia dikelompokan dalam dua kategori besar, yaitu;
1.      Perilaku yang terbuka yang dapat diukur secara objektif, seperti ilmu perilaku, rangsangan, kebiasaan, dan hasil belajar;
2.      Perilkau yang tertutup dipelajari melalui gerakan otot tubuh, proses berpikir dan perasaan. Inti dari pendekatan behaviorisme ialah bahwa kehidupan manusia dipengaruhi oleh stimulus-stimulus, respons, redward dan penghukumuan.[32]
Seperti telah sebutkan, Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap intropeksionalisme. Kaum behavioris, khususnya Waston , tidak dapat menyetujui intropeksi digunakan dalam penilitian-penilitian psikologi, dengan alas an-alasan berikut (Dirgagunarsa, 1996: 77-78)
1.      Intropeksi yang digunakan sebagai metode utama oleh ahli-ahli aliran strukruralisme, tidak dapat dipakai oleh behaviorisme yang banyak melakukan penyilidikan terhadap hewan.
2.      Waston meragukan ketelitian dan kebenaran metode intropeksi dalam penyelidikan-penyeledikan psikologi.
3.      Intropeksi menggambarkan berlangsungnya berbagai hal dalam organisme yang tidak dapat dilihat atau diukur secara objektif. Waston mengakui bahwa memang ada tingka laku yang tidak dapat langsung terlihat dari luar, misalnya berpikir atau beremosi. Tingkah laku seperti ini dinamakanya covert behavior (tingkah laku tertutup). [33]
Tokoh aliran behaviorisme lainya adalah skinner yang berpendapat, keperibadian terutama adalah hasil dari sejarah penguatan pribadi individu (indvidual’s personal history of reinforcement).
Dalam sebuah karyanya, Skinner, seperti dikutip Wulansari & Sujanto (1997: 110), membuat tiga asumsi dasar.
Pertama, perilaku itu terjadi menurut hukum (behavior can be controlled). Organisme yang berperan dan perpikir, skinner tidak mencari penyebab perilaku dalam jiwa manusia dan menolak alsan-alasan penjelasan dengan mengendalikan keadaan pikiran (mind) atau motif-motif internal.
Kedua, Skinner menekankan bahwa prilaku dan kepribadian manusia tidak dapat dijealskan dengan mekanisme psikis seperti id atau ego. Perilaku yang dapat dijelaskan hanya berkenaan dengan kejadian atau situasi-situasi anteseden yang dapat diamati.
Ketiga, Perilaku manusia tidak ditentukan oleh pilihan individual skinner menolak bahwa orang-orang adalah perilaku-perilaku bebas yang menentukan nasibnya sendiri. [34]





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Psikologi adalah ilmu pengathuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individual maupun kelompok, dalam hubunganya dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang, barang, keadaan, dan kejadian yang ada disekitar manusia.
Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak disadari.
Dilihat dari sejarah, psikologi sudah berkembang sejak berabad-abad yang lalu bahkan sebelum masehi (Zaman Yunani) sampai sekarang. Ini dilihat dari sejarah bahwa psikologi yang dimaksud adalah pembahasan tentang jiwa manusia. Bahkan didalam kitab setiap agam kita akan mendapati istilah psikologi (jiwa). Sehingga sejarah psikologi bisa dilihat dari sudut ini pula.
Ilmu psikologi modern tidak bisa dipisahkan dengan sejarahnya di Filsafat. Sebagain ahli pendapat bahwa psikologi berkembang dari ilmu filsafat yang memisahkan diri sebagai ilmu mandiri.
B.     Saran
Dari hasil pembahasan makalah kami berdua tentang sejarah psikologi dan aliran-aliranya, di harapkan dapat menambah wawasan umumnya dan ilmu yang kami bahas ini.
Dengan selesainya penyusunan makalah ini, kami harapkan masukan maupun kritik dan saran dari pendamping pada mata kuliah ini, agar pembuat makalah selanjutnya lebih baik lagi.










DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi , Abu,. Psikologi beljar , PT Rineka cipta, Jakarta, 2003.
Malyono, M., Psikologi Pendidikan, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2012.
Pieter, Zan, H,. Penghantar Psikologi untuk kebidanan,Kencana, Jakarta, 2013
Sarwono, w., Penghantar psikologi umum, PT Prajagfindo ersada, Depok, 2009.
Sobur, Alex., Psikologi umum, PT Pustaka Setia, Bandung, 2013.




[1]Sarlito w. sarwono, Penghantar psikologi umum (Depok: PT Prajagfindo ersada, 2009), hlm. 1.
[2]Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi beljar (Jakarta: PT Rineka cipta, 2003), hlm. 1.
[3]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 73.
[4]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka setia, 2013), hlm. 75.
[5]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 76.
[6]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 77.
[7]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 77.
[8]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 78.
[9]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 79.
[10]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 81.
[11]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 84
[12]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 86.
[13]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 88
[14]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 89.
[15]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 91.
[16]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 93.
[17]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 98.
[18]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia,2013), hlm. 99.
[19]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm.101.
[20]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 102.
[21]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 103.
[22]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 105.
[23]Herri Zan Pieter, Penghantar Psikologi untuk kebidanan (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 16.
[24]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 109.
[25]Herri Zan Pieter, Penghantar Psikologi untuk kebidanan (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 19.
[26]Herri Zan Pieter, Penghantar Psikologi untuk kebidanan (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 113.
[27]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 116.
[28]Sarlito w. sarwono, Penghantar psikologi umum (Depok: PT Prajagfindo ersada, 2009), hlm. 30.
[29]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 121.
[30]Sarlito w. sarwono, Penghantar psikologi umum (Depok: PT Prajagfindo ersada, 2009), hlm. 28.
[31]Drs. M. Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012), hlm. 44.
[32]Herri Zan Pieter, Penghantar Psikologi untuk kebidanan (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 19.
[33]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 122.
[34]Drs. Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 124