Kita semua, Saya dan Anda, sadar bahwa kita ini
hanyalah manusia biasa. Yang penuh dengan segala kekurangan dan cela. Tempat
salah dan alpa. Sering lalai dan lupa. Tidak jarang akhirnya terjatuh ke dalam
dosa, dengan berbagai jenis dan macamnya. Dosa pada lisan, tangan, anggota
badan, hati, mata maupun telinga. Monggo, mau diakui atau tidak, demikianlah
keadaan kita semua.
Oleh karena itu benarlah sabda Nabi,
كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَّاءٌ
“Setiap manusia itu banyak berbuat salah.”
Namun, kekurangan tersebut bukan sebagai alasan bagi
kita untuk bermudah-mudahan terjatuh ke dalam dosa, atau kembali mengulanginya.
Bukan pula mendorong kita untuk meremehkan sebuah dosa. Tidak. Justru, karena
segala kekurangan tersebut kita harus selalu siaga dan waspada. Kekurangan
tersebut menuntut kita untuk banyak-banyak bertobat kepada Allah. Makanya,
dalam lanjutan hadits di atas, Rasulullah bersabda,
وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ
“Sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang
banyak bertobat.” (HR. at-Tirmidzi, no 2499 dan Ibnu Majah no 4251)
Pembaca buletin al-Ilmu rahimakumullah, setan
tidak pernah berhenti menggoda kita. Ia tidak pernah rela bila kita istiqamah
di atas agama. Siang-malam setan berupaya agar kita jatuh dalam kemaksiatan
kepada-Nya. Bagaimanapun caranya, apapun jalannya, ia terus menghalangi kita
dari jalan tobat. Sehingga, wajar bila seolah-olah berat rasanya untuk bertobat
meninggalkan dosa. Namun, percayalah selama kita mau berusaha dan mencoba,
Allah akan membuka pintu tobat-Nya. Kuncinya adalah berupaya dan berdoa. Maka,
dalam ruang singkat buletin tercinta ini, kami mengetengahkan tema, “Bahaya
Dosa Mengancam Kita.” Tujuannya agar kita waspada terhadap dosa. Bilamana
seseorang sadar bahwa dosa itu berbahaya bagi dirinya, niscaya ia akan
meninggalkannya. Demikian pula dengan dosa, ia ibarat makanan beracun yang
berbahaya bagi tubuh. Tentu ia akan menghindari makanan tersebut bukan?
Langsung saja, berikut ini beberapa bahaya dosa, semoga kita diberi taufik oleh
Allah untuk bisa memahaminya. Amin ya Rabbal ‘alamin.
• Dosa penyebab turunnya siksa
Allah berfirman (yang artinya),
“Dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan
kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezhaliman.” (QS.
al-Qashash: 59)
Siksa tersebut bisa berbentuk bencana alam, seperti
tsunami, banjir bandang, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, kekeringan,
paceklil. Bisa pula berbentuk stabilitas keamanan yang terganggu, seperti
banyaknya pencurian, perampokan, begal, penjambretan dan lain-lain. Pada masa
Umar bin al-Khaththab pernah terjadi gempa bumi. Beliau kemudian berkata,
“Wahai manusia, tidaklah gempa bumi ini terjadi melainkan karena perbuatan dosa
yang telah kalian kerjakan.”
• Dosa menghalangi ilmu
Ilmu adalah cahaya yang Allah berikan pada hati
seorang hamba. Cahaya tersebut akan padam dengan sebab dosa. Dikisahkan bahwa
Imam asy-Syafi’i pernah belajar kepada Imam Malik. Maka, Imam Malik dibuat
kagum dan terpana dengan tingginya kecerdasan dan kesempurnaan pemahamannya.
Lalu Imam Malik berpesan, “Sesungguhnya aku melihat bahwa Allah telah
memberikan cahaya di dalam hatimu. Janganlah engkau padamkan cahaya tersebut
dengan kegelapan maksiat.” Ketika ilmu telah terhalangi dari seorang hamba,
padahal ilmu adalah kunci kebaikan baginya, maka ia akan sulit untuk berbuat
kebaikan. Yang terbuka baginya justru pintu kejelekan. Na’udzubillah.
• Dosa menghalangi rezeki
Allah berfirman (artinya),
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, Dia akan
memberikan jalan keluar baginya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak
disangka-sangka.” (QS. ath-Thalaq: 2-3)
Dari ayat ini dipahami bahwa takwa akan mendatangkan
rezeki. Sebaliknya, maksiat dan dosa (lawan dari takwa) akan menghalangi
rezeki. Namun perlu diketahui, rezeki itu tidak mesti berupa harta. Rezeki itu
lebih luas daripada sekedar harta benda, seperti ketenangan jiwa dan
keharmonisan rumah tangga. Bisa jadi seseorang memiliki harta banyak, akan
tetapi jiwanya tidak tenang, rumah tangganya berantakan.
• Berbagai Urusan Menjadi Sulit
Setiap orang pasti memiliki masalah. Dan semuanya
ingin ia keluar dari masalah tersebut. Namun, manakala ia berbuat dosa, jalan
keluar tersebut akan sulit ditemukan. Hal ini bisa dipahami dari firman Allah
(artinya),
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, Dia akan
memberikan jalan keluar baginya.” (QS. ath-Thalaq: 2-3)
Artinya, tatkala ia melakukan perbuatan yang
berlawanan dengan takwa maka jalan keluar itu akan tertutup baginya.
• Dosa melemahkan hati dan badan
Orang yang hanyut dalam dosa, hatinya akan lemah. Lalu
hati tersebut menjadi sakit. Jika tidak segera diobati, ia akan mati. Jika hati
sudah mati, maka akan merembet pada badan. Badan pun menjadi lemah. Lemah untuk
beribadah dan taat kepada Allah. Walaupun terkadang fisik terlihat kuat, namun
sebenarnya ia rapuh. Anda bisa melihat kondisi tentara Persia dan Romawi. Badan
mereka tegap. Tetapi ternyata lemah. Sebab, hati mereka kering dari keimanan
kepada Allah. Maka, dengan mudah mereka bisa dikalahkan oleh para sahabat Nabi.
Sebaliknya, jika orang jauh dari dosa. Sekalipun lemah fisiknya, tetapi
sebenarnya ia kuat. Satu contoh, sahabat Abdullah bin Umi Maktum. Dengan
kekurangan fisik yang ia miliki, buta mata, namun ia kuat. Tidak pernah ia
tertinggal dari shalat Subuh berjamaah. Sebab, dialah yang mengumandangkan azan
fajar. Bandingkan dengan kita! Allah beri kesempurnaan fisik, namun ternyata
tidak jarang kita terlewatkan dari shalat Subuh di masjid. Kenapa begitu? Anda
lebih tahu jawabannya.
Sahabat buta, Abdullah bin Umi Maktum, juga dipercaya
oleh Rasulullah untuk memegang urusan kota Madinah ketika ditinggal perang oleh
Rasulullah dan para sahabatnya. Bayangkan! Ibukota negara, pusat pemerintahan
Islam, dipegang oleh seorang yang buta. Ia yang bertanggung-jawab atas
keselamatan para wanita, anak-anak dan orang tua. Yang lebih menakjubkan,
Abdullah bin Umi Maktum wafat di medan jihad. Dia pernah membawa panji perang
Rasulullah. Ia mempertahankan panji tersebut sekalipun kedua tangannya buntung
terkena sabetan pedang musuh. Hingga akhirnya gugur sebagai syahid, insya
Allah. Lihatlah dengan jauh dari dosa, segala keterbatasan fisik bukan
menjadi penghalang.
• Menyeret pada dosa berikutnya
Efek ini sangat berbahaya. Dosa akan melahirkan dosa
yang serupa, atau menyeret pada dosa berikutnya. Sehingga, seorang hamba sulit
untuk keluar dari kobangan dosa, bila ia tidak segera bertobat darinya.
Dituturkan oleh ulama, “Di antara hukuman kejelekan adalah kejelekan
berikutnya.” Ibarat candu, maksiat itu akan menuntun kepada maksiat berikutnya.
Seorang penyair berkata,
وَكَأْسٍ شَرِبْتُ عَلَى لَذَّةٍ
وَأُخْرَى تَدَاوَيْتُ مِنْهَا بِهَا
Segelas khamer kutenggak dengan penuh lezatnya
Segelas lainnya kutenggak ‘tuk obati kecanduanku
padanya
Kata penyair lain,
فَكَانَتْ دَوَائِي وَهْيَ دَائِي بِعَيْنِهِ
كَمَا يَتَدَاوَى شَارِبُ الْخَمْرِ بِالْخَمْرِ
Obatku adalah penyakit itu sendiri
Seperti pecandu khamer yang berobat dengan khamer lagi
Contoh lain, dosa pergaulan bebas dan ikhtilath
(bercampur baurnya antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahram dalam satu
tempat) akan menyeret pada dosa lainnya. Sudah menjadi rahasia umum, berbagai
kasus perselingkuhan dan tindak serong terjadi di kantor-kantor bermula dari
masuknya kaum wanita ke dunia kerja bersama pria. Oleh karena itu Allah
memerintahkan kaum wanita untuk tetap di rumah-rumah mereka kecuali ada
keperluan yang dibenarkan oleh syariat untuk keluar rumah. Allah berfirman
(yang artinya),
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah
kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.”
(QS. al-Ahzab: 33)
Rasulullah juga bersabda,
المَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا
الشَّيْطَانُ
“Wanita itu aurat, apabila dia keluar (rumah) maka
syaithan menghiasinya (agar laki-laki terfitnah dengannya).” (HR. at-Tirmidzi
no. 1173)
Solusinya, segera bertobat dari dosa tersebut. Lalu
bersabar di atas ketaatan kepada Sang Pencipta. Sebab, ketaatan juga akan
melahirkan ketaatan berikutnya.
• Dosa melemahkan niat berbuat baik
Anda pernah merasakannya? Bahaya ini adalah bahaya
yang paling ditakutkan. Sebab, bila niat baik itu sudah benar-benar hilang,
pintu kebaikan sudah tertutup bagi dirinya. Jika niat untuk berbuat baik sudah
hilang, ia akan berubah menjadi niat berbuat jelek. Niat untuk bertobat juga
akan semakin lemah, hingga akhirnya sama sekali tidak ada. Ia benar-benar
hilang dari hati secara totalitas. Separuh niat saja yang mati, tentu dia tidak
akan bertobat kepada Allah. Dia hanya akan memperbanyak istighfar, tapi sekedar
di lisan saja. Tobatnya tak ubahnya seperti pendusta. Lisan ber-istighfar namun
hatinya masih tetap terikat dengan dosa. Bahkan, ia bertekad untuk mengulangi
dosa kapan saja jika kesempatan itu ada.
Segera bertobat sebelum terlambat!
Apakah gejala-gejala di atas pernah Anda alami?
Jika pernah, mari bertobat sebelum terlambat, sebelum
ancaman bahaya-bahaya di atas benar-benar menimpa kita.
Semoga pembahasan di atas bisa sebagai bahan evaluasi
dan instropeksi diri! Wallahu a’lam. (Bersambung, insya Allah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar