OLEH
RIYAN ISROR (160304053)
JURUSAN
SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT
AGAM ISLAM NEGERI MATARAM
2016/2017
BAB I
A |
A.
Latar belakang
Psikologi
diakui sebagai ilmu mandiri pada akhir abad ke-19. Selama dua abad sebelumnya,
berbagai model di kembangkan mengenai apa yang semestinya menjadi subjek studi
psikologi dan bagaimana studi tersebut dilakukan. Secara spesisifik, selama
abad ke-17 dan abad ke-18, berbagai model psikologi saling bersaing untuk
mendominasi yang lain.
Para
psikolog banyak bekerja di situasi terapan yang berbeda-beda, dan memiliki
berbagai macam peran, bahkan dalam lingkungan akademi psikologi kontemoporer
cukup sulit di dentifikasi. Penelitian dan pengajaran psikologi di lakukan di
departemen psikologi, ilmu kognitif, manajmen organisasi, dan hubungan social.
Psikologi tampaknya berkembang menuju diversifikasi yang lebih besar dari pada
menuju suatu kesatuan.
Kami
dari kelompok 1 (satu) akan menguraiakn dengan lebih detail lagi tentang
“sejarah dan aliran-aliran psikologi”.
B.
Rumusan masalah
1.
Apakah sejarah
psikologi itu ?
2.
Apa SajaAliran-aliran
psikologi itu ?
C.
Tujuan
1.
Untuk
menjelaskan sejarah psikologi
2.
Untuk membahas
tentang aliran-aliran dalam psikologi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah psikologi
Dilihat dari sejarah, psikologi sudah berkembang sejak berabad-abad yang
lalu bahkan sebelum masehi (zaman yunani) sampai sekarang. Ini dilihat dari
sejarah bahwa psikologi yang di maksud pembahasan tentang jiwa manusia. Bahkan
di dalam kitab setiap agama kita akan mendapati istilah psikologi (jiwa).
Sehingga sejarah psikologi bisa dilihat dari sudut ini pula. Bahwa ilmu
psikologi modern tidak bisa dipisahkan dengan sejarahnya di filsafat. Sebagai
ahli bahwa psikologi berkembang dari ilmu filsafat yang memisahkan diri sebagai
ilmu mandiri.
Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata-kata Yunani:psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara
harfiah psikologi berarti ilmu jiwa.
Namun, arti “ilmu jiwa” masih kabur sekali. Apa yang di maksud dengan “jiwa”,
tidak ada seorangpun yang tahu dengan sesungguhya. Dampak dari kekaburan arti
itu, sering menimbulkan berbagai pendapat mengenai definisi psikologi yang
berbeda. Banyak sarjana memberi definisinya sendiri yang disesuaikan dengan
arah minat dan aliran masing-masing.[1]
Berbicara tentang hal jiwa, terlebih
dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dengan jiwa. Nyawa adalah daya
jasminiah yang adanya tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan perbuatan
badaniah (organic behavior), yaitu
perbuatan yang ditimbulkan oleh proses belajar. Misalnya: insyink, reflex,
nafsu, dan sebagainya. Jika jasmani mati, maka mati pulalah nyawanya.[2]
Psikologi
dalam lintasan sejarah:
a. Psikologi sebagai bagain dari filsafat
Pada
zaman sebelum masaehi, jiwa manusia sudah menjadi topic pembahasan para filsuf.
Saat itu, para Filus sudah membecirakan aspek-aspek kejiwaan manusai dan mereka
mencari dalil, pengertian, serta pelbagai aksioma umum, yang berlaku pada
manusia.[3]
Ketika
itu, psikologi memang sangat dipengaruhi oelh cara-cara berpikir filsafat dan
terpengaruh oelh filsafatnya sendiri. Hal tersebut dimungkinkan karena para
ahli psikologi pada masa itu adalah juga ahli-ahli filsafat atau para ahli filsafat
waktu juga ahli psikologi.
Sebelum tahun 1879, jiawa dipelajari oleh para filuf dan para ahli ilmu
faal (fisiologi), sehingga psikologi diangap sebagai bagain dari kedua ilmu
tersebut (Fauzi, 1977:14). Selain pengaruhi oleh satu hal yang tidak sepenuhnya
berhubungan dengan ilmu faal, meskipun masih erat hubunganya dengan ilmu
kedokteran, yaitu hipontisme (Dirgagunarsa,
1996:36). Menurut singgih Dirgagunarsa, hipotisme timbul karena adanya
kepercayaan bahwa dalam alam ini terdapat kekuatan-kekuatan yang misterius,
yaitu magntisme. Paracelsus (1493-1541),
seorang ahli mistik, menunjukkan bahwa dalam tubuh manusia terdapat magnet yang
–sama halnya dengan bintang-bintang di langit– dapat mempengaruhi tubuh manusia
melalui pemancaran yang menembus angkasa. Dalam hubungan itu, Van Helmont
(1577-1644) mengemukakan doktrin animal
magnetism, yaitu “Cairan yang bersifat magnestis dalam tubuh manusia dapat
dipancarkan untuk mempengaruhi badan, bahkan jiwa orang lain” (Dirgagunarsa,
1996:36)
Para ahli ilmu filsafat kuno, seperti :
a. Psikologi Plato
Plato di lahirkan pada abad 29 Mei 429 SM di Athena. Sewaktu berumur 20
tahun, filsuf Yunani yang dikabarkan terlahir di kalangan “keluarga terhormat”
–– ayahnya, Ariston, disebut-sebut sebagai titisan dari Dewa Posiedon–– ini,
menjadi murid Socrates yang dapat memberi kepuasan sepenuhnya pada hasratnya
terhadap pengatahuan dan kebijaksanaan.
Tentang “jiwa”, Plato menyebutnya sebagai bersifat immaterial. Ini
kerena sebelum masuk ke tubuh kita, jiwa sudah ada terlebih dahulu dalam para
sensoris. Hal ini dikenal sebagai pre-eksistensijiwadari
plato. Jadi, menurut plato, jiwa menempati dua dunia, yaitu dunia sensoris
(pengindraaan) dan dunia idea (yang sifat aslinya adalah berpikir).
Teori Plato tentang idea-idea (plato’s
theory of ideal forms) pada dasarnya meliputi dua alam (Tule, ed.,
1995:125-126):[4]
1. Alam transenden (noumenal) yang absoult,
sempurna, bentuk-bentuk ideal yang tidak berubah di mana yang baik merupakan
yang utama yang biasanya ditafsirkan sebagai keindahan dan kebenaran; juga
merupakan sumber dari segala sesuatu yang lain, seperti keadilan, ketentraman,
semangat; dan
2. Alam fenomenal (dunia tampak) yang tersusun
dari segala sesuatu yang berupaya berubah, tapi selalu gagal untuk meniru
(menjiplak, ikut serta dalam, mengambil bagian dari) bentuk-bentuk ideal.[5]
b. Psikologi Aristoteles (384-322)
Aristoteles adalah murid terbesar Plato.
Filsuf yunani yang lahir di stagirus (Stegira), Chelcidice, sebelah barat laut
Aegeen itu, adalah putra Nichomachus, tabib pribadi istana raja di Macedonia,
juga sebagai anggota serikat kerja medik yang disebut Sons of Aesculapius.
Pada tahun 342, ia ditugaskan oleh raja
philippus untuk mendidik putranya, iskandar zulkarnain (iskandar agung) selama
tujuh tahun. Kemudian ia kembali ke Athena, dan dari tahun 355 hingga tahun 325
SM, ia memberi kuliah filsafat di lorong-lorong lyceum. Disebabkan gaya mengajarnya yang sambil berjalan kian ke
mari, mazhab filsafatnya dinamakan mazhab peripatetis.
Karya-karya aristoteles di bidang psikologi
adalah De anima (tentang sifat-sifat
dasar jiwa) dan parra naturalia (esei-esei
mengenai beberapa topoik seperti sensasi , peresepsi, memori, tidur, dan
mimpi). Dalam De Anima, Aristoteles
mengemukakan macam-macam tingkah laku manusia dan adanya perbedaan tingkat
tingkah laku pada organisme-organisme yang berbeda-beda. Tingkah laku pada
organisme, menurut aristoteles, memperlihatkan tingkatan sebagai berikut
(Dirgagunarsa, 1996:15):
1. Tumbuhan : memperlihatkan tingkah laku pada
taraf vegetative (bernafas, makan, tumbuh).
2. Hewan : Selain tingkah laku vegetative,
juga bertingkah laku sensitive (merasakan melalui pancaindra). Jadi, hewan
berbedaa dari tumbuhan karena hewan mempunyai factor perasaan, sedangkan
tumbuhan tidak. Persamaanya adalah pada tumbuhan maupun hewan terdapat tingkah
laku vegetative misalnya dalam hal perbedaan makanan.[6]
3. Manusia : manusia bertingkah laku
vegetative, sensitive, dan rasional. Manusia berbeda dari organisme-organisme
lainya, karena dalam bertingkah laku, manusia menggunakan rasionya, yaitu akal
atau pikiranya.
Aristoteles adalah orang pertama yang
secara seksplisit menyatakan bahwa manusia adalah binatang berakal budi
(Russekk, 1991:37). Argumennya untuk pandangan ini, menurut Bertrand Russell,
sekarang tampaknya tidak kuat lagi, yaitu bahwa sebagai orang sanggup menjumlah
angka-angka.
Aristoteles telah menanamkan manusia
sebagai mahluk karena kodratnya (phusei)
hidup dalam masyarakat (politikon zoon).[7]
Akhirnya, pada aristoteles, kita
menyaksikan bahwa pemikiran filsafat lebih maju, dasar-dasar sains diletakkan.
Tuhan dicapai dengan akal, tetapi ia percaya pada tuhan. Jasanya dalam menolong
plato dan Socrates memrangi orang sofis, dalam pandangan tafsir (1993:52),
karena bukunya yang menjelaskan palsunya logika yang digunakan oleh tokoh-tokoh
sofisme.[8]
c. Psikologi Rene Descrates (1596-1650 M)
Filsuf terkenal lainya yang patut pula disebut pendapatnya mengenai
psikologi (ilmu jiwa) ialah rene descrates. Filsuf, matemtiakwan, dan ilmuwan
prancis ini lahir di lahaye, Touraine, pada tahun 1596, dan meninggal tahun
1650. Karyanya, antara lain, discourse on
method (discours de la methode), sebuah penghantar pada dioptric, meteors dan geomentry (semua diterbitkan pada 1636
dan 1637); Meditationson First Philosophy
and objections (keberatan terhadap filsafatnya oleh arnauld, gessendi,
hobbes, dan lainny) dan Refleis, jawabanya
terhadap mereka semua (ketiga karya ini diterbitkan pada tahun 1640-1641);principles of philosophy (1644); Treatise On The Passions Of The Soul (1649);
dan Rules For The Direction Of Themind (ditertibkan
pada tahun 1701).
Peranan pendapat descrates dalam perkembangan psikologi, sangatlah
besar, sehingga jiwa sampai ke abad ke-20 apa yang disebut ilmu hanyalah
tertuju pada urain dari gejal-gejala jiwa, terlepas dari raganya.[9]
Mengenai tingkah laku manusia, Descartes membaginya atas (Dirgagunarsa,
1996:18):
1. Tingkah laku rasional. Ini erat berhubungan
dengan jiwa yang disebutnya sebagai Unextended
substance. Karena dikuasai oleh
jiwa, seseorang dapat merencanakn atau meninju kembali suatu tingkah laku.
2. Tingkah laku mekanis. Ini berhubungan erat
dengan badan yang disebutnya sebagai Extended
Substance. Karrena erat hubunganya dengan badan, terjadi gerakan otomatis
seperti reflex-refleks.[10]
d. Psikologi John Locke (1632-1704 M)
Filsuf inggris ini dilahirkan di Somersethire, Bristol. Ayahnya adalah
seorang sarjana hokum yang cukup disegani pada masanya. Ia belajar di Oxford.
Dialah yang membangkitan perhatianya mengenai filsafat. Pikirannya banyak
dipengaruhi oleh ahli ilmu kimia, Boyle. Sebagai sekretaris kedutaan, john
locke bergaul dengan kalangan istana di Brandenburg.
Jadi, tabula rasa digunakan oleh locke
sebagai metaphor dalam menguraikan konsepnya tentang pikiran. Beberapa hal
penting tentang konsep locke ini dapat kita catat, antara lain:
1. Pikiran sebelum lahir (atau pengalaman
tertentu) adalah seperti sebuah lembaran (atau batu tulis atau selembar kertas
putih) yang kosong;
2. Melalui rangsangan dari dunia luar,
sensasi-sensasai (ide-ide sederhana tercatat pada lembaran itu;
3. Aktivitas seperti itu merupakan sumber dan
dasar seluruh pengatahuan dan pemikiran;
4. Tidak ada ide-ide atau prinsip bawaan sejak
lahir;
5. Pikiran adalah sebuah entitas pasif, sebuah
wadah yang dapat menerima rangsangan, sensasi, ide, pengatahuan, tetapi tidak
bisa megkreasinya sendiri.[11]
e. Psikologi Leibniz
Nama lengkapnya, Gottfreid Wilhelm
von Leibniz. Filsuf, sejarawan, matematikawan, dan fisikawan jerman ini
lahir di Leipzing, pada 1646, dan meninggal pada 1716. Leibniz dianggap sebagai
orang yang memelopori studi psikologi di jerman. Ia menempuh pendidikannya di
Universitas Leipzing tempat ia belajar hokum dan filsafat.
Dalam bidang filsafat, Leibniz
dikenal dewasa ini karena karya-karyanya seperti monodology; New Essays Concerning Human Understanding; Discourse on
Metaphicis; dan Theodicy. Sebagai
seorang filsuf, Leibniz sangat di kenal karena teorinya tentang Monads and Pre-establishhed Harmony,
Principles of Indicernibles, Princiles of Sufficient Reason, Principles of
Identity, dan Principles of the Best.[12]
Menurut Leibniz, dunia seperti adanya, tidak mungkin menjadi lebih baik
dari keadaanya sekarang. Hal itu disebabkan kebijakan, kebaikan dan
kemahakuasaan Tuhan telah mengharuskan Dia untuk menciptakan dunia ini sebagai
yang terbaik dari antara semua dunia yang mungkin dicipta.[13]
f. Psikologi George Berkeley(1685-1753)
George Berkeley, banyak disebut-sebut
sebagai Bapak Idealisme Modern. Ia juga dijuluki sebagai immaterialis dan idealis. Barkeley
yang lahir di Irlandia itu adalah seorang yang sangat pandai. Dalam usianya
yang realatif masih sangat muda (15 tahun), ia sudah masuk perguruan tinggi,
yaitu Trinty College di inggris. Pada 1724, ia menjadi Dekan Derry; pada 1734,
menjadi Uskup Cloyme. Sebagian karya filsafat Berkeley yang termasyhur adalah Essays Towards a new Theory of vision (1709);
A Treatise Concerning the Principles of
Human Knowledge (1710); Discourse on
Passive Obedience (1711); Three
Dialogues Between Hyles dan Philonous
(1713); De Motu (1721); Alciphron, or the Minute Philosophe.[14]
Jika benar-benar memperhatikan dalil-dalil
Barkeley, menurut Ash-shdr, kita terpaksa mengakui hal-hal berikut: pertama, mengakui adanya prinsip
nonkontrodiksi yang diatasnya dalil pertama didasarkan. Kedua, percaya pada prinsip kausalitas dan keniscayaan. Jika ia
menolak prinsip ini, dalilnya, tidak ada gunanya. Sebab, orang mendasarkan
dalilnya pada pendapatnya, hanya karena ia percaya bahwa dalil adalah sebab
niscaya untuk mengatahui kesahihan pendapat tersebut. Apabila ia tidak
mempercayai prinsip kausalitas dan keniscayaan, boleh saja dalil itu benar,
tetapi, ia tetap tidak membuktikan melalui dalilnya mengenai pendapat tersebut
(Ash-Shdr, 1993:82).[15]
g. Psikologi David Hume ( 1711-1776 M)
Filsuf Skotlandia ini lahir di Edinburgh dan belajar di Edinburgh University.
Ucapanya yang terkenal adalah “Be a
philosopher; but amidst all your philosophies, be still a man” (jadilah
seorang filsuf, namun dalam berfilsafat, anda harus tetap seorang manusia).
Di sini, kita melihat Hume mengukur kebenaran dengan penglaman sebagai
alat ukur. Banyak filsuf sebelumnya yang mempercayai reason(akal) dan atau mempercayai juga pengalaman. Menurut Hume,
kedua-duanya berbahaya (tafsir, 1993 : 142)[16]
h. Psikologi John Stuart Mill (1806-1873 M)
John Stuart Mill, lahir di London tahun 1806. Filsuf, ekonomi, moralis
inggris ini adalah putra James Mill, sejarawan, filsuf, dan psikolog. Karena
latar belakang dan pendidikan ayahnya ini, John Stuart Mill tertarik pada
filsafat dan psikologi, sebagaimana terlihat dalam bukunya, Logic (1843).
Ketika usianya baru 8 tahun, Mill telah membaccanya karya berbahasa
Yunani Fablesdari Aesop, Anabasis
dari Xenophon, seluruh karya Herodotus, enam dialog Plato, Diognes Laertius,
dan lain-lain. Di usia ini pula, Mill mulai mempelajari bahsa latin, geometri Euclid, dan aljabar.
Teori pengatahuan Mill adalah suatu bentuk fenomenlisme, yang tema
sentralnya adalah materi merupakan kemungkinan permanen dari sensasi dan
benda-benda (objek-objek) harus dipandang sebagai eksistensi fenomenal.
Selanjutnya, Mill menambahkan lagi dua prinsip yang mengatur asosiasi,
yaitu inseparability (tak
terpisahkan) dan frequency (keseringan).
Misalnya, jika melihat sebuah sepeda tanpa roda, kita kaan berasosiasi pada
rodaa sepeda tersebut, karena sepeda dan rodanya tidak pernah terpisahkan (inseparability).[17]
b. Psikologi sebagai aliran mandiri
Psikologi, dikukuhkan sebagai ilmu yang berdiri
sendiri oleh Wilhem Wundt dengan didirikanya Laboratirium Psikologi pertama di
dunia, di Leipzing, pada tahun 1879. Sebelumnya, bibit-bibit psikologi social
mulai tumbuh, yaitu ketika Lazarus & Steindhal pada tahun 1860 mempelajari
bahasa, tradisi, dan institusi masyarakat untuk menemukan “jiwa umat manusia” (human mind)yang berbeda dari “jiwa
individual” (Bonner, dalam Sarwono, 1997:10).
Tokoh lain pada awal dijadikanya psikologi sebagai
ilmu yang mandiri, selain Fachener, adalah Herman Ludwing Ferdinand von Helmholtz
(1821-1894). Helmoltz dikenal sebagai seorang emprikus dengan keahlian dalam
ilmu faal, fisika, dan psikologi. Ia dilahirkan di dekat berlian di Potsdam.
Ayahnya adalah seorang tentara yang kemudian menjadi guru dalam mata pelajaran
filsafat dan bahasa (filologi).[18]
Sejak psikologi berdiri sendiri dengan menggunakan
metode-metodenya sendiri dalam pembuktiaan dan penyeldikanya, timbullah
berbagai aliran psikologi yang bercorak khusus. Adapun ciri-ciri khusus sebelum
abad ke-18, antara lain (Effendi & Praja, 1993:30)
1. Bersifat elementer, berdasarkan hokum-hukum
sebab akibat;
2. Bersifat mekanis;
3. Bersifat sensualistis-intelektualistis
(mementingkan pengatahuan dan daya piker);
4. Mementingkan kuantitas;
5. Hanya mencari hokum-hukum;
6. Gejala-gejala jiwa dipisahkan dari
subjeknya;
7. Jiwa pandang pasif; dan
8. Terlepas dari mater-materi
Dengan mengatahui ciri-ciri khas dari psikologi kuno
(berdasarkan filsafat dan ilmu alam), kita dapat mengatahui ciri-ciri khas dari
psikologi modern yang lain, tampak sebagai berikut (Effendi &praja,
1993:30-31):
1. Bersifat totalitas;
2. Bersifat teologis (bertujuan);
3. Vitalistis bilogis (jiwa pandang aktif dan
bergerak dalam hidup manusia);
4. Melakukan pendalaman dan penyalaman
terhadap jiwa (verstehend);
5. Berdasarkan nilai-nilai;
6. Gejal-gejal jiwa dihubungkan dengan
subjeknya;
7. Memandang jiwa aktif dinamis;
8. Mementingkan fungsi jiwa;
9. Mementingkan mutu dan kuantitas;
10. Lebih mementingkan perasaan;
Dalam urain
yang lebih simple, perbeddaan antara psikologi lama(kuno) dan psikologi modern,
adalah sebagai berikut (Kasiram, 1983:10)
a. Psikologi lama (kuno)
1. Psikologinya adalah psikologi unsur, yaitu
mendasarkan pandangan pada elemen dan unsur-unsur yang berdiri sendiri dan
diselediki sendiri-sendiri;
2. Dalam peninjaunya, mencari hukum
sebab-akibat, hukum aksual, dan bersifat mekanis;
3. Meninjau kehidupan kejiwaan secara terpisah
dari subjeknya, yaitu manusia. Oleh karena itu, disebut kehidupan jiwa yang
pasif.
b. Psikologi modern
1. Mendasarkan peninjaunya pada psikologi
totalitas, yaitu berpangkal pada keseluruhan psychophysis.
2. Dalam meninjau kehidupan kejiwaan, melihat
hubungan kejiwaan, melihat hubungan kejiwaan sebagai bagian dari kehidupan
manusia, sebagai kehidupan kejiwaan dari manusia sebagai mahluk hidup yang
mempunyai tujuan tertentu;
Jadi meninjau secara teleologis;
3. Psikologi dalam peninjaunya, selalu
mendasarkan pada peninjauan kehidupan kejiwaan dalam hubunganya dengan
subjecknya, yaitu manusia. Jadi, kehidupan kejiwaan yang aktif.[19]
Terdapat dua
teori yang mulai mengarahkan berdirinya psikologi sebagai ilmu :
a. Psikologi Nativistik atau Psikologi
Pembawaan
Teori ini mengatakan bahwa jiwa terdiri
atas beberapa factor yang dibawa sejak lahir, yang disebut pembawaan atau
bakat. Pembawaan yang terpenting adalah pikiran, perasaan, kehendak,; yang
masing-masing terbagi lagi ke dalam beberapa jenis pembawaan yang lebih
kecil.Tokoh terkenal dari aliran-aliran ini adalah Frans Josepg Gall
(1785-1828), yang mencoba menemukan lokasi pembawaan-pembawaan itu dalam otak.
b. Psikologi Asosiasi atau Psikologi Empirik
Di sini, tidak diketahui adanya
factor-faktor kejiwaan yang dibawa sejak lahir. Jiwa, menurut teori ini, berisi
ide-ide yang didapatkan melalui pancaindra dan saling diasosiasikan satu sama
lain, melalui prinsip-prinsip : (1) kesamaan; (2) kontras; (3) kelangsungan.
Tingkah laku diterangkan oleh teori ini
melalui prinsip asosiasi ide-ide, misalnya: seorang bayi yang lapar diberi
makanan oleh ibunya. Melalui pancaindranya, bayi itu mengatahui bahwa rasa
lapar diberi makanan itu menghilangkan rasa laparnya. Lama kelamaan rasa lapar
diasosiasikan dengan makanan, dan setiap kali ia laper, ia mencari makanan.
Akhirnya, menyinggung kembali tentang
metode eksprimen, Wundt, yang pertama kali memakai dan mendasarkan metode ini
untuk psikologi secara ilmiah, menetapkan beberapa syarat tertentu yang harus
dipenuhi oleh eksperimen psikologi (Gerungan, 1987:45)[20]
1. Kita harus menentukan dengan tepat waktu
terjadi gejala yang ingin kita selidiki.
2. Kita harus mengikuti berlangsungnya gejala
yang ingin kita selidiki dari mulanya sampai akhirnya, dan kita harus
mengamatinya dengan perhatian yang khusus.
3. Tiap-tiap observasi (pengamatan) harus
dapat kita ulangi dalam keadaan-keadaan yang sama.
4. Kita harus mengubah-ubah dengan sengaja
syarat-syarat keadaan eksprimen.
Metode eksprimen ini memang dimaksudkan
untuk menimbulkan dengan sengaja suatu gejala guna menyelidiki
keberlangsungannya, dengan persiapa yang cukup dan perhatian yang khusus. [21]
B. Aliran-aliran psikologi
1. Strukturalisme ( structuralism )
Menurut jean piaget, strukturalisme itu sulit dikenali
karena mencakup bentuk-bentuk yang beragam sehingga sulit menampilkan sifat
umum dan karena “struktur-struktur” yang dirujuk memperoleh arti yang cendrung berbeda-beda
(piaget, 1995:1).
Struktur adalah system transformasi yang mengandung
kaidah sebagai sistem (sebagai lawan dari sifat unsur-unsur) dan yang
melindungi diri atau memperkaya diri melalui peran
transformasi-transformasinya, tanpa keluar dari batas-batanya atau menyebabkan
masuknya unsur-unsur luar. Dalam kaitan ini, piaget menyebut tiga sifat yang
dicakup dalam sebuah struktur, yakni: totalitas,
transformasi , dan pengaturan diri.
Strukturalisme merupakan aliran yang pertama dalam
psikologi, karena pertama klai dikemukankan oleh Wundt setelah ia melakukan
eksprimen-ekspreminya di laboratiriumnya di Leipzing.
Tokoh strukturalisme
lain adalah Edward Brad Titchener (1867-1927). Ia adalah seorang inggris
yang di lahirkan dari keluarga yang tidak berada. Ia harus betul-betul
menggantungkan diri pada kecerdasanya untuk memperoleh berbagai beasiswa agar
dapat melanjutkan studinya. [22]
Aliran strukturalisme adalah aliran psikologi yang
berlandaskan pada konsep sensation dari
teori Titchener. Namun konsep ini membawa pertentangan Tichener dengan Wilhem
Wundt yang mengemukakan konsep apperception.
Apepercation merupakan kesimpulan
akhir yang bersifat subjektif. Sedangkan konsep sensation Titchener menekankan kepada hasil pengalaman langsung,
sehingga kesimpulan harus objektif. Terdapat tiga hasil pemikiran utama aliran
strukturalisme dari Titchener.[23]
2. Aliran fungsionalisme
Aliran fungsionalisme ini merupakan reaksi terhadap
strukturalisme tentang keadan-kadaan
mental. Jika para strukturali bertanya “apa keasadaran itu”, para fungsionalis
bertanya “untuk apa kesadaran itu”. Apa tujuan dan fungsinya ? karena ingin
mempelajari cara orang menggunakan pengalaman mental untuk menyusaikan diri
terhadap lingkunganya sekitar, mereka disebut fungsionalis.
Fungsionalisme adalah suatu tendesi dalam psikologi
yang menyatakan bahwa pikiran, proses mental, persepsi indrawi, dan emosi adalah adaptasi organisme
biologis (Ash-shadr, 1993:259-260)
a. William James (1842-1910)
James adalah filsuf dan psikolog Amerika yang lahirdi
New Yourk City. Ia adalah suadara novelis Henry James. William james menempuh
pendidikan di Harvard Medical Collaege. Dia mengejar fisiologi, psikologi, dan
filsafat di Harvard.
b. James Rowland Angell (1869-1449)
Angell (Dirgagunarsa, 1996:52-53) adalah murid William
James, yang pada tahun 1906 pernaha menjabat presiden “American Psychological
Association”.
Dalam pepernya “ The
Province of Functional Psychology”, ia menjelaskan tiga macam pandanganya
terhadap fungsionalisme:
1. Fungsionalisme adalah psikologi tentang mental operationsebagai lawan dari
psikologi tentang elemen-elemen mental (elementisme)
2. Fungsionalisme adalaha psikologi tentang
kegunaan dasar dari kesdaran, yang jiwa merupakan perantara anatara
kebutuhan-kebutuhan organisme dan lingkungannya, khususnya dalam keadaan
“emergency” (teori “emergency” dari
kesadaran).
3. Fungsionalisme adalah psikofisik, yaitu
psikologi tentang keseluruhan organisme yang terdiri atas jiwa dan badan. Oleh
karena itu, ia menyangkut hal-hal yang balik kesadaran, seperti kebiasaan,
tingkah laku yang setengah disadari, dan sebagainya.
C. John Dewey (1859-1952)
Pendidik, psikolog, ahli etika, dan filsuf Amerika ini
dilahirkan dekat Burlington, Vermont, tanggal 20 Oktober 1859. Dua puluh tahun kemudian,
ia tamat dari Universitas Vermont; kemudian mengajar di sekolah pemerintah di
Pennsylvania dan Vermont. Karena tertarik dengan masalah-masalah filsafat,
ketika ia masih di tingkat sarjana satu, Dewey melanjutkan pendidikan
filsafatnya di Universitas itu, dan tidak lama setelah itu, ia menjadi tenaga
pengajar filsafat di Universitas Michigan.[24]
3. Aliran psikonalisis
Tokoh dan sekaligus seorang bapak psikonalisis ialah
Sigmund freud (1856-1939). Pendapatnya mengatakan bahwa kehidupan manusia
dikuasai alam ketidak- sadaran. Frued mengemukakan bahwa proses tidak sadar
manusia meliputi pikiran, perasaan takut dan keinginan yang tidak disadari
seseorang, tetapi memengaruhi perilakunya.[25]
Lahirnya aliran psikonolis dalam dunia psikologi oleh
para ahli psikologi sering dianologikan dengan revolusi Convernican dalam natural science; dicaci, ditolak, tapi
pada akhirnya diagungkan.
Psikologi yang berkembang sewaktu Freud mencuatkan
teorinya banyak memfokuskan perhtian pada “kesadaran” manusia.
Selain itu Frued juga mengatakan bahwa dalam diri
seseorang terdapat tiga system keperibadian, yang disebut id atau Es, Ego atau Ich, dan super-go atau Ube rich.[26]
4. Aliran psikologi Gestalt
Agak sulit untuk menerjemahkan istilah Gestalt dalam
bahasa laian. Kata gestalt berasal dari bahasa jerman, yang dalam bahasa
inggris berarti form, shape,
configuration, whole (Fauzi, 1997:26); dalam bahasa Indonesia berarti
“bentuk” atau “ konfigurasi”, “hal”, peristiwa”, “pola”, “totalitas”, atau
“bentuk keseluruhan” (Diraguganarsa, 1996:86; Sarwon, 1997:82).[27]
Kira-kira pada saat di Amerika serikat tumbuh aliran
“behavorisme”, di jerman timbul pula aliran yang disebut “gestalt”. “gestalt” adalah sebuah kata jerman yang sering diterjemahkan ke
dalam bahasa inggris sebagai “form” atau
“configuration” (bentuk). Aliran di
umumkan pertama kali oleh max Wertheimer pada 1912. Tokoh-tokoh lainya adalah
Kurt Koffa (1886-1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967). Mereka kemudian pindah
ke Amerika, karena sebagai keturunan yahudi mereka jadi sasaran kejaran NAZI.
Teori yang mereka ajukan adalah bahwa dalam pengamatan
atau persepsi suatu situasi, rangsangan ditangkap secara keseluruhan.
Ekseperimen “Gestalt” yang pertama adalah tentang
pengamatan gerakan. Kalau beberapa lampu diletakan berderet dan dinyalakan
berganti-ganti dengan cepat, maka kita tidak akan melihat lampu-lampu itu
menyala berganti-gantian, melainkan kita akan melihat sebuah sinar yang bergerak.
Eksperimen lainya di lakukan oleh Wolfgang Kohler,
dengan keranya yang bernama Sultan.[28]
Sebagai tambahan, para ahli psikologi Gestalt, selain
Wertheimer, Koffa, Kohler, yang banyak disebut-sebut dalam urain ini, juga
termasuk Solmon Asch dan Kurt Lewin, terdapat ahli-ahli psikologi jerman dan
Australia terkemuka seperti Rudolf Allers, Magda Arnold, Charlottr, serta Karl
Buhler, Albin Gilbert, Hans Hahn, Fritz Heider, Martin Scheere, Wilhelm Stern,
dan Heinz Werner.[29]
5. Aliran Behaviorisme (Behaviorism)
Aliran Behaviorisme adalah aliran yang khususnya
terdapat di Ameriak Serikat. Aliran ini ditemukan oleh John B. waston
(1878-1958). Ia menentang pendapat yang umum berlaku di saat itu bahwa dalam
eksperiemn-eksperimen psikologi diperlukan intropeksi.
Introspeksi yang berarti mengamati perasaan sendiri,
digunakan dalam eksperimen-eksperimen di laboratorium Wundt untuk mengathui ada
atau tidak adanya perasaa-perasaan tertentu dalam diri orang yang diperiksa.[30]
Dalam menyoroti masalah perilaku, ahli-ahli psikologi behavioral
dan humanistis mempunyai pandangan yang sangat berbeda. Perbedaan ini dikenal
sebagai freedom determination issue. Para
Behaviorist memandang orang sebagai mahluk rektif yang memberikan responya
terhadap lingkungannya. Pengalaman lampau dan pemeliharaan akan membentuk
perilaku mereka. Sebaliknya para humanis mempunyai pendapat bahwa tiap orang
itu menentukan perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam memilih kualitas
hidup mereka, tidak terikat oleh lingkunganya.[31]
Mengatakan bahwa perilaku manusia dikelompokan dalam
dua kategori besar, yaitu;
1. Perilaku yang terbuka yang dapat diukur
secara objektif, seperti ilmu perilaku, rangsangan, kebiasaan, dan hasil
belajar;
2. Perilkau yang tertutup dipelajari melalui
gerakan otot tubuh, proses berpikir dan perasaan. Inti dari pendekatan
behaviorisme ialah bahwa kehidupan manusia dipengaruhi oleh stimulus-stimulus,
respons, redward dan penghukumuan.[32]
Seperti telah sebutkan, Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap
intropeksionalisme. Kaum behavioris, khususnya Waston , tidak dapat menyetujui
intropeksi digunakan dalam penilitian-penilitian psikologi, dengan alas
an-alasan berikut (Dirgagunarsa, 1996: 77-78)
1. Intropeksi yang digunakan sebagai metode
utama oleh ahli-ahli aliran strukruralisme, tidak dapat dipakai oleh
behaviorisme yang banyak melakukan penyilidikan terhadap hewan.
2. Waston meragukan ketelitian dan kebenaran
metode intropeksi dalam penyelidikan-penyeledikan psikologi.
3. Intropeksi menggambarkan berlangsungnya
berbagai hal dalam organisme yang tidak dapat dilihat atau diukur secara
objektif. Waston mengakui bahwa memang ada tingka laku yang tidak dapat
langsung terlihat dari luar, misalnya berpikir atau beremosi. Tingkah laku
seperti ini dinamakanya covert behavior (tingkah
laku tertutup). [33]
Tokoh aliran behaviorisme lainya adalah skinner yang berpendapat,
keperibadian terutama adalah hasil dari sejarah penguatan pribadi individu (indvidual’s personal history of
reinforcement).
Dalam sebuah karyanya, Skinner, seperti dikutip Wulansari & Sujanto
(1997: 110), membuat tiga asumsi dasar.
Pertama, perilaku itu terjadi menurut hukum (behavior can be controlled). Organisme
yang berperan dan perpikir, skinner tidak mencari penyebab perilaku dalam jiwa
manusia dan menolak alsan-alasan penjelasan dengan mengendalikan keadaan
pikiran (mind) atau motif-motif
internal.
Kedua, Skinner menekankan bahwa prilaku dan
kepribadian manusia tidak dapat dijealskan dengan mekanisme psikis seperti id atau ego. Perilaku yang dapat dijelaskan hanya berkenaan dengan kejadian
atau situasi-situasi anteseden yang dapat diamati.
Ketiga, Perilaku manusia tidak ditentukan oleh
pilihan individual skinner menolak bahwa orang-orang adalah perilaku-perilaku
bebas yang menentukan nasibnya sendiri. [34]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Psikologi adalah ilmu pengathuan yang
menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik
selaku individual maupun kelompok, dalam hubunganya dengan lingkungan.
Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang, barang, keadaan, dan kejadian
yang ada disekitar manusia.
Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku
yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak
disadari.
Dilihat dari sejarah, psikologi sudah
berkembang sejak berabad-abad yang lalu bahkan sebelum masehi (Zaman Yunani)
sampai sekarang. Ini dilihat dari sejarah bahwa psikologi yang dimaksud adalah
pembahasan tentang jiwa manusia. Bahkan didalam kitab setiap agam kita akan
mendapati istilah psikologi (jiwa). Sehingga sejarah psikologi bisa dilihat
dari sudut ini pula.
Ilmu psikologi modern tidak bisa dipisahkan
dengan sejarahnya di Filsafat. Sebagain ahli pendapat bahwa psikologi
berkembang dari ilmu filsafat yang memisahkan diri sebagai ilmu mandiri.
B. Saran
Dari hasil pembahasan makalah kami berdua
tentang sejarah psikologi dan aliran-aliranya, di harapkan dapat menambah
wawasan umumnya dan ilmu yang kami bahas ini.
Dengan selesainya penyusunan makalah ini,
kami harapkan masukan maupun kritik dan saran dari pendamping pada mata kuliah ini,
agar pembuat makalah selanjutnya lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi , Abu,. Psikologi
beljar , PT Rineka cipta, Jakarta, 2003.
Malyono, M., Psikologi
Pendidikan, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2012.
Pieter, Zan, H,. Penghantar
Psikologi untuk kebidanan,Kencana, Jakarta, 2013
Sarwono, w., Penghantar
psikologi umum, PT Prajagfindo ersada, Depok, 2009.
Sobur, Alex., Psikologi
umum, PT Pustaka Setia, Bandung, 2013.
[1]Sarlito
w. sarwono, Penghantar psikologi umum (Depok: PT Prajagfindo ersada, 2009),
hlm. 1.
[2]Drs.
H. Abu Ahmadi, Psikologi beljar (Jakarta: PT Rineka cipta, 2003), hlm. 1.
[3]Drs.
Alex Sobur, Psikologi umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 73.
[23]Herri
Zan Pieter, Penghantar Psikologi untuk kebidanan (Jakarta: Kencana, 2013), hlm.
16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar